Tuesday, July 26, 2016

UPAYA HUKUM DALAM PERADILAN PERDATA BAGIAN II (UPAYA HUKUM LUAR BIASA)

UPAYA HUKUM LUAR BIASA

       Upaya hukum ini dilakukan untuk melawan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap/ in kracht van gewijsde. Upaya hukum luar biasa ini tidak menunda pelaksanaan eksekusi. 


1. Upaya Hukum Peninjauan Kembali 

        Upaya hukum peninjauan kembali merupakan kewenangan dari Mahkamah Agung yang diajukan kepada Mahkamah Agung melalui panitera Pengadilan Negeri yang memeriksa di tingkat pertama. Pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali adalah Penggugat atau Tergugat atau ahli warisnya apabila Penggugat atau Tergugat telah meninggal. Pemohon peninjauan kembali wajib menyusun memori peninjauan kembali dan disusun bersama-sama dengan pengajuan peninjauan kembali. 

         Cara Pengajuannya adalah panitera Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan peninjauan kembali, wajib mengirim memori peninjauan kembali kepada pihak lawan. Pihak lawan dapat mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali dalam waktu 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan peninjauan kembali dari Pengadilan Negeri. Kemudian panitera pengadilan negeri mengirim seluruh dokumen yang lengkap kepada Mahkamah Agung dan apabila diperlukan, Mahkamah Agung dapat memerintahkan Pengadilan Negeri melakukan pemeriksaan tambahan. 

        Pada prinsipnya dalam upaya hukum peninjauan kembali ini tidak ada persidangan karena yang diperiksa adalah dokumen berita acaranya, akan tetapi dapat diajukan persidangan tambahan jika diperlukan dan yang melakukan pemeriksaan secara langsung para pihak adalah Hakim di tingkat Pengadilan Negeri, dengan dasar Petunjuk Hakim Agung tingkat Peninjauan Kembali. Hasil dari pemeriksaan tersebut diberikan kepada Majelis Peninjauan Kembali untuk diputus. 

      Alasan Peninjauan Kembali, antara lain:

a.  Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; 
       Cara membuktikan bahwa putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan adalah dengan melalui pemeriksaan pidana atau pengadilan pidana yaitu dengan melaporkannya pada polisi kemudian dilakukan pemeriksaan pidana dan putusan pidana tersebut dijadikan sebagai alasan untuk melakukan peninjauan kembali. 

b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan; 
         Istilah yang digunakan untuk alasan yang kedua ini adalah Novum yaitu bukti baru yang baru saja ditemukan, tetapi bukan bukti yang baru saja dibuat.

c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
         Istilah yang digunakan untuk alasan yang ketiga ini adalah Verhandlungs Maxime atau Ultra Petita.

d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; 

e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; dan 
           Istilah yang digunakan untuk alasan yang kelima ini adalah Ne bis in idem. 

f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. 


Jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali adalah 180 hari, hal ini tergantung dari alasan peninjauan kembali yang diajukan. Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali antara lain: 
        1) Untuk alasan yang tercantum pada huruf a adalah Sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan atas bukti-bukti yang kemudian oleh hakim dinyatakan palsu; 

        2) Untuk alasan yang tercantum pada huruf b adalah Sejak ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan; 

             Pihak yang menemukan Novum pada hari itu juga mendaftarkan dokumen tersebut kepada panitera Pengadilan Negeri, maka dimulailah hitungan jangka waktu 180 hari tersebut. 

      3) Untuk alasan yang tercantum pada huruf c,d, dan f adalah Sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberikan kepada pihak yang berperkara; dan
        4) Untuk alasan yang tercantum pada huruf e adalah Sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

       Hitungan jangka waktu 180 hari dihitung sejak putusan yang kedua atau terakhir tersebut diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. 


Upaya Hukum Perlawanan Pihak III/Derden Verzet 

        Pihak III adalah pihak yang bukan merupakan subjek dalam perkara, tetapi mempunyai kepentingan dalam perkara tersebut, sehingga pihak tersebur merasa dirugikan dengan (pelaksanaan) Putusan Hakim, dan baru mengetahuinya pada saat akan atau setelah dilakukannya eksekusi. Pihak III mengajukan perlawanan pada Pengadilan Negeri yang mengadili di tingkat pertama dengan mengajukan gugatan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Formatnya sama seperti gugatan tetapi yang dilawan adalah putusan pengadilan dan pernyataan eksekusi.

        Syarat dlakukan Upaya Hukum Derden Verzet, antara lain:
a. Pihak III memiliki kepentingan langsung dengan objek sengketa dalam putusan, dan
b. Pihak III dirugikan hak-haknya dengan adanya putusan tersebut. 

        Pasal 195 ayat (6) dan ayat (7) HIR menyatakan bahwa perlawanan tersebut dilakukan terhadap sita eksekutorial dimana yang mengajukan adalah pihak III atas dasar hak milik yang terkena eksekusi atau tersita. Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan eksekusi. Kemudian adanya kewajiban dari Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa atau memutus perlawanan itu untuk melaporkan atas pemeriksaan atau putusan perkawa perlawanan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan ekseskusi. Misalnya perkara tersebut diperiksa di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta, tetapi objek sengketanya ada di wilayah Bogor, maka Pengadilan Negeri Jakarta mendelegasikan kepada Pengadilan Negeri Bogor, apabila ada perlawanan maka diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Bogor dengan mewajibkan Pengadilan Negeri Bogor harus melaporkannya kepada Pengadilan Negeri Jakarta.




Sumber : Diolah dari materi perkuliahan Hukum Acara Perdata

No comments:

Post a Comment