Tuesday, March 22, 2016

JENIS PERKARA PERDATA DAN KOMPETENSI PENGADILAN

JENIS PERKARA PERDATA

 Jenis perkara perdata, antara lain:

- Contentious Jurisdictie/Sengketa
Dalam perkara ini dapat dikatakan sebagai peradilan yang sesungguhnya karena mengandung sengketa. Dimana terdapat minimal ada 2 pihak yang berperkara. Hakim terikat dengan hukum positif dan produk hakimnya adalah berupa putusan. Contohnya yaitu perbuatan melawan hukum, wanprestasi, waris, perceraian.

- Voluntaire Jurisdictie/Permohonan
 Dalam perkara ini bukanlah peradilan yang sesungguhnya karena tidak mengandung konflik. Dalam perkara ini hanya terdapat satu pihak yang berperkara, yaitu pemohon. Hakim memiliki kekuasaan untuk menggunakan kebijaksanaannya dan produk hakim yang dikeluarkan adalah berupa penetapan. Contohnya yaitu penetapan adopsi, ganti nama, ganti status kelamin, penetapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pembubaran Perseroan Terbatas (PT).


 KOMPETENSI PENGADILAN

Adanya pembagian kewenangan dikarenakan antara lain:
- Jenis sengketa beraneka macam

- Kewenangan pengadilan dibatasi oleh Undang-Undang meliputi perkara tertentu

- Kewenangan pengadilan dibatasi oleh wilayah tertentu


Kompetensi pengadilan dibedakan menjadi dua, yaitu Kompetensi Absolut (Atributive Competentie) dan Kompetensi Relatif (Distributive Competentie).

KOMPETENSI ABSOLUT

Kompetensi Absolut yaitu kewenangan atau kekuasaan mengadili antar lingkungan peradilan dan kewenangan mengadili berdasarkan jenis perkara. Terdapat empat lingkup Peradilan, antara lain: Peradilan Umum; Peradilan Agama; Peradilan Tata Usaha Negara; dan Peradilan Militer. Mengapa dilakukan pemisahan yurisdiksi? Hal itu dilakukan karena:
- masing-masing lingkungan memiliki kewenangan mengadili tertentu;
- kewenangan tertentu tersebut menciptakan kewenangan absolut atau yurisdiksi absolut pada masing-masing lingkungan sesuai dengan subject matter of jurisdiction;
- masing-masing peradilan hanya berwenang mengadili sebatas kasus yang diatur Undang-Undang.


KEWENANGAN PERADILAN UMUM
Peradilan Umum atau lebih dikenal dengan Pengadilan Negeri memilii kewanangan untuk mengadili perkara pidana dan perdata. Tetapi dalam hal perkara permohonan pailit dan sengketa ketenagakerjaan menjadi wewenang peradilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum yaitu Pengadilan Niaga dan Perngadilan Hubungan Industrial.

KEWENANGAN PERADILAN AGAMA
Kewenangan peradilan agama antara lain mengenai perkara: Perkawinan, yaitu talak, cerai, pembatalan perkawinan beserta akibat hukumnya; Kewarisan meliputi waris, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam (berarti bahwa para pihak tidak harus beragama Islam, tetapi didasarkan pada Hukum Islam); Wakaf dan Shadaqah.

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Kewenangan PTUN yaitu mengadili sengketa Tata Usaha Negara antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat, baik orang maupun badan hukum, akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Konkret, Individual, dan Final.

KEWENGAN PERADILAN MILITER
Peradilan Militer berwenang mengadili perkara pidana yang terdakwanya adalah anggota TNI, tanpa melihat apakah korban tersebut adalah sesama TNI ataupun warga sipil.


KOMPETENSI RELATIF

Yaitu kewenangan atau kekusaaan mengadili antar satu lingkungan Peradilan (Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dengan Pengadilan Agama, dan seterusnya) serta kewenangan mengadili berdasarkan wilayah hukum Pengadilan. Kompetensi relatif ini menentukan Pengadilan Negeri mana yang berwenang memeriksa perkara. Kompetensi Relatif diatur dalam Pasal 118 Het Herziene Indonesisch Reglement atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR).

 Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan bahwa "Tuntutan (gugatan) perdata yang pada tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangan oleh penggugat, atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di tempat diam si tergugat, atau jika tempat diamnya tidak diketahui, kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang sebenarnya". Sumber untuk menentukan tempat kediaman yaitu berdasarkan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Surat Pajak dan Anggaran Dasar Perseroan (jika Tergugatnya adalah suatu Perseroan).

 Pasal 118 ayat (2) HIR menyatakan bahwa "Jika yang digugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di daerah hukum pengadilan negeri yang sama, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat salah seorang tergugat yang dipilih oleh penggugat. Jika yang digugat itu adalah seorang debitur utama dan seorang penanggungnya maka tanpa mengurangi ketentuan pasal 6 ayat (2) "Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan mengadili di Indonesia", tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal debitur utama atau salah Seorang debitur utama".

Pasal 118 ayat (3) HIR menyatakan bahwa "Jika tidak diketahui tempat diam si tergugat dan tempat tinggalnya yang sebenarnya, atau jika tidak dikenal orangnya, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap, diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak barang tersebut".

 Pasal 118 ayat (4) HIR menyatakan bahwa "Jika ada suatu tempat tinggal yang dipilih dengan surat akta, maka penggugat, kalau mau, boleh mengajukan tuntutannya kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal yang dipilih itu".


Bagaimana jika gugatan yang diajukan menyalahi kompetensi pengadilan baik absolut maupun relatif? Maka akibat hukumnya, antara lain:
- Hakim dapat menyatakan dirinya tidak berwenang;
- Tergugat dapat mengajukan eksepsi tentang kompetensi. Apabila Tergugat mengajukan EKSEPSI tentang kompetensi (absolut atau relatif), maka hakim WAJIB mengeluarkan Putusan Sela.
- Apabila terbukti maka Gugata tidak dapat diterima/ Niet Onvankelijke Verklaard (NO).



Sumber: Diolah dari materi perkuliahan Hukum Acara Perdata

No comments:

Post a Comment