Thursday, March 31, 2016

PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA PERDATA DAN KUASA

PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA PERDATA

 Minimal dalam perkara perdata terdapat 2 (dua) pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat. Pihak-pihak tersebut memiliki kepentingan dengan pokok perkara (pihak materiil). Sedangkan pihak formil adalah pihak-pihak yang maju dalam persidangan pengadilan. Apabila pihak tersebut adalah persoon/orang, maka orang yang beracara di Pengadilan tersebut harus cakap hukum, apabila pihak tersebut berusia di bawah 21 tahun atau di bawah pengampuan, maka kepentingan hukumnya di wakili oleh Walinya dan untuk orang yang dinyatakan pailit maka diwakili oleh Kurator. Sedangkan apabila pihak tersebut adalah berupa Badan Hukum/Rechts Persoon maka harus diwakili oleh pihak formil, yaitu apabila merupakan Perseroan Terbatas, maka oleh Direksi; apabila Yayasan maka oleh Pengurusnya; dan apabila merupakan Instansi Pemerintah maka oleh Pegawai Negeri Sipil pimpinan instansi tersebut. 



 KUASA 

Menurut Pasal 1792 BW, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaannya kepada orang lain, yang menerima, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Dalam hal surat kuasa tidak memenuhi syarat maka berakibat, antara lain: 
- Apabila pihak yang mengajukan dan menandatangani gugatan tidak didasarkan surat kuasa yang sah maka surat gugatan tidak sah; 
- Segala proses pemeriksaan di pengadilan tidak sah; 
- Hal tersebut berakibat gugatan dinyatakan tidak dapat diterima/NO 

Menurut Pasal 123 ayat (1) HIR menyatakan bahwa, "Kedua belah pihak, kalau mau, masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang yang harus dikuasakannya untuk itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan diajukan menurut pasal 118 ayat (1) atau pada tuntutan yang dikemukakan dengan lisan menurut pasal 120; dan dalam hal terakhir ini, itu harus disebutkan dalam catatan tentang tuntutan itu". Serta dalam Pasal 123 ayat (2) menyatakan bahwa,"Pejabat yang karena peraturan umum dari pemerintah harus mewakih negara dalam perkara hukum, tidak perlu memakai surat kuasa khusus itu".

 Surat kuasa harus diberikan untuk seluruh tingkat pengadilan sebelum dijatuhkan Putusan dan dapat diberikan setiap saat/ disetiap tahap persidangan. Pihak-pihak yang dapat menerima kuasa antara lain: Advokat, Lembaga Bantuan Hukum, PNS/TNI mewakili institusinya, Jaksa sebagai pengacara negara serta saudara pihak bersengketa/Kuasa Insidentil. 

Jenis Surat Kuasa, antara lain: 

1. Surat Kuasa Umum
 yaitu memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu: 
- melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa meliputi segala sesuatu mengenai harta kekayaan pemberi kuasa; 
- hanya meliputi perbuatan pengurusan kepentingan pemberi kuasa; 
  Surat kuasa ini tidak dapat digunakan dalam sidang di pengadilan. 

2. Surat Kuasa Khusus
 yaitu hanya mengenai 1 (satu) kepentingan atau lebih yang dinyatakan secara tegas. Surat kuasa ini digunakan agar dapat mewakili pemberi kuasa di pengadilan, harus secara tegas menyebut "untuk mewakili/mendampingi pemberi kuasa sebagai.... dalam sidang...." 

3. Surat Kuasa Istimewa
 yaitu surat kuasa ini diberikan hanya pada tindakan tertentu yang sangat penting, tidak cukup dengan surat kuasa umum atau surat kuasa khusus, tetapi harus dengan Akta Otentik. Misalnya dalam hal membuat perdamaian atau menjual harta benda milik pemberi kuasa.

 Berakhirnya Kuasa, antara lain: 
1. Pekerjaan yang dikuasakan telah selesai 

2. Pemberi Kuasa menarik kembali secara sepihak (Pasal 1813 BW) 
          Menurut Pasal 1814 BW, penarikan kuasa dapat dilakukan dengan cara, antara lain: 
- tidak memerlukan persetujuan penerima kuasa 
- pencabutan dilakukan secara tegas (tertulis, meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa) 
- pencabutan secara diam-diam (Pasal 1816 BW) dengan cara menunjuk kuasa baru untuk urusan yang sama.
          Pasal 1814 BW dapat dikesampingkan dengan Surat Kuasa Mutlak, yaitu surat kuasa dapat disepakati bersifat mutlak dengan diberi judul "Surat Kuasa Mutlak" yang di dalamnya memuat klausula, antara lain :
 - pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan kepada penerima kuasa 
- meninggalnya pemberi kuasa tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa. 

3. Salah satu pihak atau keduanya meninggal (Pasal 1813 BW) 

4. Penerima kuasa melepas kuasa (Pasal 1817 BW)
     Dapat dilakukan dengan cara memberitahukan pelepasan kuasa tersebut kepada pemberi kuasa. Pelepasan kuasa ini tidak dilakukan pada saat yang tidak layak.



Sumber: Diolah dari materi perkuliahan Hukum Acara Perdata

No comments:

Post a Comment