Monday, May 16, 2016

PEMBUKTIAN DALAM PERADILAN PERDATA ( BAGIAN 2)

ALAT BUKTI

              Menurut Pasal 164 HIR, yaitu bukti tertulis (surat/tulisan), bukti saksi, Pengakuan, Persangkaan, dan Sumpah. Alat bukti lainnya yaitu Pemeriksaan setempat (Pasal 90 RO), Keterangan ahli (Pasal 154 HIR, 181 RBg dan 215 Rv), dan alat elektronik. 


1. Bukti Surat 
            Dibagi menjadi dua, yaitu akta dan bukan akta. Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan.Sedangkan bukan akta adalah surat yang tidak ada tanda tangannya, misalnya karcis, catatan-catatan keuangan, dan sebagainya. Akta dibagi menjadi dua, antara lain:
       • Akta Otentik, yaitu akta yang dibuat dan substansinya dalam bentuk yang ditentukan peraturan perundang-undangan dan dibuat oleh/ dihadapan pejabat umum yang berwenang dan pejabat yang mengeluarkannya. Akta ini dibagi menjadi dua yaitu Akta Ambtelijk (Akta pejabat publik) dan Akta Partij (Akta Notaris, yaitu akta yang dibuat berdasarkan keinginan para pihak).
      • Akta Dibawah Tangan, yaitu akta yang dibuat oleh para pihak sendiri tanpa melibatkan notaris. Kekuatan pembutian akta otentik adalah Lengkap dan Sempurna, sedangkan untuk akta dibawah tangan tergantung daripada diakui atau tidak substansi yang ada di dalam akta tersebut. Apabila diakui oleh kedua belah pihak maka menjadi akta otentik, apabila tidak diakui maka menjadi alat bukti awal sehingga membutuhkan alat bukti lain.
          Apabila surat/akta dibawah tangan yang sudah dibuat ingin memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat maka dengan waarmerkan. Waarmerken yaitu akta yang sudah dibuat dedaftarkan ke notaris supaya dimintakan pengesahan, notaris hanya menyatakan bahwa dia pernah melihat surat perjanjian tersebut.  


2. Bukti Saksi,
           Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bersangkutan (tidak boleh diwakilkan), bukan salah satu pihak yang berperkara.
            Saksi menjadi alat bukti apabila: Saksi melihat, mendengar atau mengalami sendiri peristiwa yang dipersaksikan; Tidak berupa kesimpulan/pendapat dari saksi; Dapat menjelaskan sumber kesaksiannya; Tidak Testimonium de Auditu; Tidak Unnus testis nullus testis; Mengucapkan sumpah, apabila saksi menolak maka keterangan saksi tidak dapat dijadikan bukti.
         Syarat saksi antara lain Dewasa; Tidak ada hubungan keluarga baik kandung ataupun semenda sampai derajat ketiga (bapak, kakek, anak atau cucu); dan Tidak hubungan kerja. Kekuatan pembuktiannya adalah Bebas.

3. Bukti Persangkaan
            Merupakan bukti sementara dan bersifat alat bukti tidak langsung (alibi), bukan alat bukti yang berdiri sendiri. Misalnya adalah dengan membuktikan ketidakhadiran seseorang pada suatu waktu ditempat tertentu dengan membuktikan kehadirannya pada waktu yang sama di tempat lain.
            Bukti persangkaan ini merupakan kewenangan dari majelis hakim, Penggugat dan Tergugat tidak boleh membuat prasangka sendiri. Kekuatan pembuktiannya adalah Bebas. Persangkaan dibagi menjadi dua, yaitu: Persangkaan berdasarkan Kenyataan, yaitu hakim yang berwenang memutuskan kemungkinan kenyataan tersebut.
           Persangkaan berdasarkan Hukum, yaitu perbuatan-perbuatan yang oleh Undang-Undang dinyatakan batal, karena dari sifat dan keadaannya dapat diduga dilakukan untuk menghindari ketentuan Undang-Undang. Contohnya dalam jual beli tanah, nilainya diturunkan supaya nilai pajaknya rendah.

4. Bukti Pengakuan
             Pengakuan dapat diberikan di dalam maupun di luar persidangan, tertulis maupun lisan dan membenarkan seeluruhnya atau hanya sebagian. Pengakuan harus diterima bulat/utuh. Hakim tidak boleh memisah-misahkan pengakuan itu dan menerima sebagian dari pengakuan sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dan menolak sebagian lainnya yang masih perlu dibukktikan lebih lanjut.
             Pengakuan dibedakan menjadi tiga, yaitu: Pengakuan Murni, yaitu pengakuan yang sederhana dan sesuai dengan tuntutan lawan. Dapat dikatakan sebagai pengakuan yang seluruhnya diakui. Kekuatan pembuktiannya adalah Lengkap dan Menentukan.
           Pengakuan dengan Kualifikasi, yaitu pengakuan disertai dengan sangkalan terhadap sebagaian tuntutan. Dapat dikatakan sebagai pengakuan yang diakui sebagian dan dibantah sebagian. Pengakuan dengan Clausula, yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan.

5. Bukti Sumpah
          Sumpah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Sumpah Promissoir dan Sumpah Confirmatoir. Sumpah Promissoir adalah sumpah untuk berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sumpah ini tidah digunakan dalam persidangan.
           Sumpah Confirmatoir adalah sumpah untuk memberi keterangan bahwa sesuatu benar atau tidak benar, sumpah ini digunakan dalam persidangan. Sumpah Confirmatoir dibagi menjadi dua, antara lain: Sumpah Supletoir / Pelengkap, yaitu sumpah yang dibebankan kepada salah satu pihak karena hanya memiliki satu alat bukti (bukti permulaan). Sumpah ini diperintahkan oleh hakim dan tidak dapat dikembalikan oleh pihak lawan. Kekuatan pembuktiannya adalah Sempurna.
        Sumpah Decisoir, yaitu sumpah yang bersifat memutus perkara. Hakim memerintahkan salah satu pihak untuk bersumpah karena tidak adanya alat bukti apapun, sehingga sumpah ini dapat dikembalikan oleh pihak lawan. Pada umumnya hakim tidak mau membebani para pihak dengan sumpah ini. Kekuatan pembuktiannya adalah Menentukan.

6. Pemeriksaan Setempat
          yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan di tempat benda Tetap itu berada. Apabila benda tetap tersebut dipindahkan maka akan berubah sifat aslinya maka untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan tentang objek sengketa dilakukan pemeriksaan setempat. Pemeriksaan setempat ini dapat diajukan oleh para pihak atau hakim. Kekuatan pembuktiannya adalah Bebas. Pada prinsipnya pemeriksaan persidangan dilakukan di gedung Pengadilan.

7. Bukti Saksi Ahli
           Dasar hukumnya adalah Pasal 154 HIR, Pasal 181 RBg dan Pasal 215 RV, yang menyatakan bahwa "Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat mengangkat ahli atau mengangkatnya karena jabatan".
            Diperlukan adanya bukti saksi ahli karena terkadang perkara yang diajukan bukan merupakan domain dari sarjana hukum, sehingga diperlukan keterangan dari ahli untuk memperoleh keterangan yang lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu. Tolak ukur seseorang dapat menjadi ahli dilihat dari latar belakang pendidikannya, track recordnya, dan pengalamannya. Saksi ahli memberikan pendapat/kesimpulan mengenai masalah yang disengketakan. Kekuatan Pembuktiannya adalah Bebas.

8. Bukti Alat Elektronik
             Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ditambah satu alat bukti baru yaitu Alat Bukti Elektronik. Dasar hukumya yaitu Pasal 5 UU ITE yaitu: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
       Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.




Sumber: Diolah dari materi perkuliahan Hukum Acara Perdata

No comments:

Post a Comment