Monday, June 20, 2016

PUTUSAN DALAM PERADILAN PERDATA

Putusan hakim adalah pernyataan yang dibuat oleh hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk itu di dalam persidangan dengan tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan sengketa yang disengketa. Ketentuan putusan hakim antara lain: 

1. Putusan hakim harus diucapkan atau dijatuhkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum (Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 14 tahun 1970 jo UU No. 4 tahun 2004, Pasal 13 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009) meskipun perkara diperiksa secara tertutup. Bunyi Pasal 13 ayat (2) yaitu "Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum"; 

2. Setiap putusan Hakim harus memuat alasan/dasar-dasar putusan peraturan perundangan /hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 23 UU No. 14 tahun 1970 jo UU No. 35 tahun 1999, Pasal 35 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004); 

3. Setiap bagian dari tuntutan/petitum harus diadili. Hakim dilarang memberikan putusan lebih dari yang dituntut (Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR). Bunyi Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR, yaitu "(2) Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan. (3) Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut";

4. Harus mencantumkan jumlah biaya perkarayang harus dibayar (Pasal 183 HIR). Bunyi Pasal 183 HIR, yaitu "(1) Besarnya biaya perkara yang dibebankan kepada salah satu pihak, harus disebutkan pada putusan hakim itu. (2) Ketentuan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga, yang harus dibayar oleh satu pihak kepada yang lain menurut keputusan itu"; 

5. Putusan Hakim harus ditandatangani oleh Hakim dan Panitera (Pasal 187 HIR, Pasal 25 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004). 


Macam-Macam Putusan Hakim, antara lain: 

1. Putusan Sela, yaitu putusan pada saat sidang belum berakhir dengan tujuan untuk memperlancar sidang pemeriksaan pokok perkara. Putusan sela dibedakan menjadi 4, antara lain:

a. Prepatoir yaitu putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh pada pokok perkara atau putusan akhir. Misalnya putusan sela agar istri diizinkan untuk pergi atau tidak tinggal di rumah bersama. 

b. Interlocutoir yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian. Putusan ini mempengaruhi putusan akhir, karena memerintahkan kepada salah satu pihak untuk melakukan pembuktian. Dalam prakteknya putusan ini jarang dilakukan, hakim hanya akan menyatakan secara lisan, misalnya menghadirkan saksi. 

c. Provisioniil yaitu putusan untuk menjawab tuntutan provisi dari penggugat. 

d. Insidentil yaitu putusan yang berhubungan dengan peristiwa yang menghentikan prosedur pengadilan yang biasa. Misalnya, masuknya intervenient (voeging, tussenkoms, vrijwaring); adanya surat kuasa insidentiil (memberikan kuasa kepada anggota keluarga dan bukan advokat), dalam hal ini harus diperiksa terlebih dahulu, apabila benar maka harus diputus dengan putusan sela. 

e. Putusan Sela tentang Kompetensi Pengadilan yaitu putusan mengenai apakah pengadilan tersebut berwenang untuk mengadili atau tidak. Putusan Akhir yaitu putusan untuk mengakhiri sengketa. 

2. Putusan akhir dibedakan menjadi 3, antara lain: 

a. Declatoir yaitu putusan yang menegaskan suatu keadaan hukum yang sudah ada, sehingga tidak menimbulkan keadaan hukum baru. Misalnya dalam hal pewarisan, hakim menyatakan bahwa pihak tersebut merupakan ahli waris. Amar puutusannya tidak dapa dipaksakan. Putusan Declatoir dapat diketahui dari bunyinya "Menyatakan...." 

b. Constitutif yaitu putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru. Amar putusannya tidak dapat dipaksakan. Misalnya: Putusan cerai, pailit, dan lain-lain. Putusan Constitutif dapat diketahui dari bunyinya "Menetapkan....." 

c. Condemnatoir yaitu putsan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi. Pelaksanaannya dapat dipaksakan apabila tidak dilakukan secara sukarela. Putusannya dapat diketahui dari bunyinya yang menyatakan "Menghukum Tergugat membayar ganti rugi sebesar 100 juta rupiah kepada Penggugat", bukan berbunyi "Menetapkan Tergugat membayar ganti rugi sebesar 100 juta rupiah kepada Penggugat" ini berarti bahwa hakim menyatakan sesuai dengan petitum Penggugat sehingga tidak bisa dipaksakan untuk Tergugat membayar 100 juta rupiah kepada penggugat. 


Kekuatan putusan Hakim 

1. Mengikat tidak dapat diingkari (bidenkracht, ne bis in idem) 
       Hanya orang yang tercantum pada putusan tersebut karena sifatnya privat (tidak mengikat orang lain) 

2. Pembuktian (bewijskracht)
         Putusan dapat menjadi bukti untuk perkara lain 

3. Untuk dilaksanakan (eksekutorian force) 
         Amarnya Condemnatoir


 Kemungkinan Isi Putusan Pengadilan: 

1. Dikabulkan seluruhnya; 

2. Dikabulkan sebagian; 

3. Gugatan dinyatakan ditolak (apabila sudah sampai pokok perkara); 

4. Gugatan dinyatajan tidak dapat diterima (apabila belum sampai pokok perkara).



Sumber: Diolah dari materi perkuliahan Hukum Acara Perdata

No comments:

Post a Comment