Monday, September 28, 2015

As-Salam atau Salaf (Part 2)

Pada masa Rasul, jual-beli Salaf ini terjadi pada ekonomii riil. Pada masa sekarang banyak digunakan dalam dunia keuangan modern (perbankan, obligasi, dan lai-lain). Salaf di dalam dunia keuangan dilakukan dengan cara merekayasa keadaan sedemikian rupa dan rekayasa tersebut sebuah usaha yang semata-mata untuk menghindari riba'. Oleh karena itu, rekayasa-rekayasa tersebut menjadi boleh karena tujuannya menghindari kemutlakan riba'. Rekayasa ini penyimpangan mengenai prosedur atau proses jual-beli, tidak boleh pada asasnya tetapi dibolehkan karena untuk tujuan yang lebih besar agar masyarakat tidak terkena riba'.

Contoh jual-beli Salaf dalam ekonomi riil, yaitu memesan meja dengan spesifikasi dan jumlah tertentu, dibayar dengan kontan. Contoh jual-beli Salaf dalam dunia keuangan yaitu pembiayaan pertanian. Misalnya A adalah seorang petani mempunyai lahan luas. Pada saat akan menanam membutuhkan modal yang sangat besar, tetapi A tidak mempunyai uang. Kemudian A datang ke Bank Islam meminta untuk dibayar dalam rangka memenuhi penanaman padi seluas 1000 ha. Bank Islam tidak memberikan dalam bentuk pinjaman, tetapi Bank Islam melakukan rekayasa dengan cara Bank memesan kepada A , yaitu beras dengan spesifikasi yang jelas dan rinci, dengan menetukan harga beras satu kilogram adalah sepuluh ribu rupiah, yang dibeli oleh Bank sebanyak sepuluh ton, dan harus diserahkan dalam waktu empat bulan. Maka Bank mengkonstruksikan hukumnya seolah-olah Bank membeli barang dengan kriteria yang telah ditentukan dengan membayar 100 juta rupiah (Harga beras di pasar adalah Rp 12.000/kg). Sebenarnya Bank tidak membuthkan beras, kemudian Bank mencari pihak ketiga (orang) yang mempunyai kepentingan dengan perbankan. Maka Bank menjual kepada pihak ketiga dengan harga 120 juta rupiah. Jadi, bank untung 20 juta rupiah.

Jual-beli mengandung resiko. Resiko yang ditanggung oleh Bank adalah naik turunnya harga. Bank dikategorikan sebagai pengusaha sehingga harus mempunyai prediksi. Sedangkan resiko petani, adalah gagal panen. Karena jual-beli yang dilakukan sedah mencantumkan spesifikasi yang rinci dan jelas, misal hanya dapat panen 50 ton beras, padahal dalam perjanjian adalah 100 ton, maka tanggung jawab petani adalah harus menyerahkan beras sebanyak 100 ton. Apabila gagal panen seluruhnya, maka dapat dilakukan negosiasi antara Bank dengan pihak A (misal, adanya penundaan untuk menyerahkan barang atau dilakukan pendekatan dengan Hukum Perdata). 

Model-model As-Salam / Salaf, antara lain: •Salam Tunggal Hakiki 
Merupakan jual beli pesanan yang benar-benar hakiki, tidak ada sedikitpun baik dari niat maupun tujuan, mencampur jual beli pesanan dengan niat jual beli pesanan yang lain. Pesanan yang dilakukan benar-benar tunggal. Di dalam dunia perbankan yang ketat/stricht, Bank ketika melakukan pesanan-pesanan maka Bank itu sendiri yang akan menjual barang tersebut, yang merupakan bagian dari usaha Bank tersebut. Bank tersebut bukan bagian dari dunia keuangan murni sehingga boleh melakukan jual-beli atau bisnis. 
 •Salam Tunggal Hukmi 
Merupakan jual beli pesanan, dimana tunggalnya tersebut hanya bersifat umum, tetapi apabila dilihat dari tujuannya bukan tunggal atau orientasinya tidak tunggal. Misalnya, Bank sebenarnya tidak ingin membeli suatu barang, tetapi Bank membutuhkan uang. Kemudian bank melakukan pembiayaan dengan membeli sesuatu, lalu bank akan menjual kembali dengan Aqad Murabahah atau menyuruh pihak ketiga untuk menjualkan barang tersebut. Sebenarnya Salaf yang dilakukan adalah tunggal, tetapi karena hukumnya tidak boleh bergerak di dalam dunia bisnis, maka harus melakukan aqad yang lain. 
•Salam Paralel 
Yaitu menggabungkan dua salaf dalam satu salaf. Misalnya dalam pembiayaan pertanian, yaitu membeli alat-alat pertanian sekaligus membiayai produksi pertanian.


 Sumber: Diolah dari materi perkuliahan Hukum Perbankan Islam

No comments:

Post a Comment